Kamis, 12 November 2015

Pendekatan Proses dalam Pembelajaran Menulis

Pendekatan Proses dalam Pembelajaran Menulis

Kegiatan menulis dengan pendekatan proses dilakukan secara bertahap dari awal penggalian ide sampai tahap publikasi. Tompkins (2010: 52-60) membagi tahapan dalam menulis menjadi lima tahap yaitu prapenulisan, membuat draf, revisi, menyunting dan publikasi. Tompkins juga menekankan bahwa tahaptahap menulis ini tidak merupakan kegiatan yang linear. Proses menulis bersifat nonlinier, artinya merupakan putaran berulang. Misalnya, setelah selesai menyunting tulisannya, penulis mungkin ingin meninjau kembali kesesuaiannya dengan kerangka tulisan atau draf awalnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada setiap tahap itu dapat dirinci lagi. Dengan demikian, tergambar secara menyeluruh proses menulis, mulai awal sampai akhir menulis seperti berikut:

1) Prapenulisan
Prapenulisan atau pramenulis adalah tahap persiapan. Tahap ini sangat penting dan menentukan tahap-tahap selanjutnya. Tahap ini biasanya sangat menyita waktu. Sebagaian besar waktu penulis dihabiskan pada waktu ini. Hal-hal yang dilakukan pada tahap ini adalah (a) memilih topik, (b) mempertimbangkan tujuan, bentuk, dan pembaca dan (c) mengidentifikasi dan menyusun ide-ide. Ketika memilih topik yang akan ditulis, siswa diberi kebebasan untuk menentukannya sendiri, namun jika siswa mengalami kesulitan dalam mencari topik, Guru dapat membantunya, misalnya dengan menawarkan beberapa topik yang dikuasai dan dianggap paling menarik. Dengan demikian topik dapat ditentukan oleh siswa.
Setelah siswa menentukan topik, maka siswa juga harus memikirkan tujuan dari menulis yang akan digunakan. Siswa harus paham benar, apakah tujuan penulisannya nanti apakah bertujuan untuk membujuk, menginformasikan, menghibur atau ada tujuan lain. Selain itu siswa juga harus menentukan siapa yang akan dijadikan pembaca tulisannya. Pembaca yang dipilih siswa dapat bermacam-macam misalnya dirinya sendiri, teman sekelasnya, gurunya, atau orang tua mereka sendiri. Setelah itu siswa juga harus menentukan bentuk tulisan yang akan dibuat.
Graves (via Tompkins, 2010: 53) menyatakan bahwa penulis mempersiapkan diri sendiri untuk menulis sebagai kegiatan pelatihan. Ada beberapa macam bentuk kegiatan pelatihan itu, misalnya: mendengarkan, menggelompokkan, berbicara, membaca, bermain peran dan menulis cepat.

2) Membuat Draf
Pada tahap pembuatan draf siswa diminta untuk mengekspresikan ide-ide mereka ke dalam tulisan kasar. Pada tahap membuat draf, waktu lebih difokuskan pada isi bukan aspek-aspek teknis menulis seperti ejaan, penggunaan istilah, atau pemilihan kata.

3) Merevisi
Pada tahap merevisi siswa diminta untuk memperbaiki ide-ide mereka yang telah dituangkan dalam tulisannya. Kegiatan merevisi bukanlah membuat tulisan lebih halus, tetapi kegiatan ini lebih berfokus pada penambahan, pengurangan, penghilangan, dan, penyusunan kembali isi tulisan sesuai dengan kebutuhan atau keiginan pembaca. Dalam hal ini siswa harus membaca ulang draf yang telah dibuat, lalu berbagi pengalaman dengan kelompoknya, dan setelah mendapat masukan mengubah dan memeperbaiki karangann.
Pada saat draf selesai dibuat siswa membaca kembali draf tersebut. Apabila pembacaan dilakukan setelah draf selesai dibuat, biasanya siswa akan menemukan kejanggalan-kejanggalan sehingga mereka dapat menambah, mengurangi atau mengganti begian-bagian tertentu. Dapat juga siswa memberi tanda pada bagian-bagian tertentu, misalnya dengan menggaris bawahi.
Setelah itu siswa mengadakan diskusi kelompok. Menurut Calkins (via Tompinks, 2010: 55) kelompok-kelompok diskusi dalam menulis sangat penting disana guru dan siswa berbicara atau memberi komentar tentang cara-cara untuk merevisi. Kegiatan yang dilakukan dalam kelompok ini adalah: 1) penulis membacakan karangannya, 2) pendengar atau siswa lain memberi komentar, 3) Penulis membuat pertanyaan, 4) Pendengar memberi saran, 5) Menggulangi proses ini sampai semua terampil, 6) penulis merencanakan awal revisi. Jika dalam diskusi siswa mengalami kesulitan, guru membantu memecahkan masalah tersebut. Dalam hal ini guru bertindak sebagai monitor.

4) Menyunting
Dalam tahap penyuntingan siswa diminta untuk mengadakan perubahanperubahan aspek mekanik karangan, yaitu memperbaiki karangan dengan memperbaiki aspek kebahasaan atau kesalahan mekanik yang lain. Siswa memperbaiki kesalahan mekanik yang ada dengan tujuan akan tercipta tulisan yang mudah dibaca orang lain. Aspek mekanik yang dimaksud antara lain: ejaan, tanda baca, struktur kalimat, istilah dan pemilahan kata.
Menurut Hartono (2007: 10) dalam menyunting ini siswa melakukan kegiatan a) menjauhkan diri dari karangan. Menjauhkan diri dari karangan sebelum menyunting adalah perlu, untuk menciptakan kesegaran pikiran penulispenulisnya. b) membaca cepat untuk menentukan kesalahan dan memperbaiki kesalahan. Membaca cepat dilakukan oleh siswa untuk menentukan dan menandai kesalahan yang mungkin ada. Siswa dapat menandai bagian yang salah dengan pulpen atau pensil. Setelah membaca cepat dilakukan, dan menentukan kesalahankesalahan, siswa secara individu memperbaiki kesalahan tersebut. Perbaikan dapat dilakukan dengan bantuan orang lain atau dengan bantuan kamus. Dengan perbaikan tersebut, siswa akan lebih mengingat kesalahan yang pernah dilakukannya dari pada kesalahan yang langsung ditunjukkan oleh guru, seperti pada pendekatan tradisional.

5) Mempublikasikan
Tahapan yang terakhir adalah tahap publikasi dalam tahapan ini siswa berupaya mempublikasikan hasil tulisannya. Cara yang digunakan dapat dengan memajang tulisan pada majalah dinding atau dapat juga dengan membacakan hasil tulisannya dengan maju ke depan kelas. Guru dan siswa yang lain bertindak sebagai pendengar yang memperhatikan pembacaan tersebut dan setelah selesai guru dan siswa yang lain memberikan tepuk tangan. Dengan adanya publikasi ini, siswa akan terasa termotivasi untuk menuliskan tulisan yang baik. Hal ini karena mereka merasa hasil karangannya dihargai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar